Anak terlihat terus-menerus mengalami hambatan saat menjalani proses belajar, seperti membaca, menulis, atau menyelesaikan hitungan sederhana? Kondisi ini bisa menjadi tanda gangguan belajar pada anak, Bunda. Pada tahap awal, memang tidak mudah membedakan apakah anak benar-benar menghadapi gangguan belajar atau hanya membutuhkan waktu tambahan untuk memahami pelajaran.
Biasanya, anak yang memiliki masalah belajar menunjukkan kesulitan tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama sebelum akhirnya teridentifikasi. Karena itu, penting bagi orang tua untuk lebih peka terhadap perubahan dan perkembangan kemampuan belajar anak dari waktu ke waktu.
Orang tua juga perlu memahami berbagai jenis gangguan belajar, ciri-cirinya, serta langkah penanganannya. Untuk mengetahui pembahasan lengkapnya, simak artikel ini sampai tuntas, dan jangan ragu berkonsultasi dengan tenaga profesional guna mendapatkan diagnosis dan terapi yang paling sesuai agar proses belajar anak dapat berjalan lebih optimal.
Apa yang Menyebabkan Anak Mengalami Kesulitan Belajar?
Gangguan belajar pada anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Beberapa kondisi memengaruhi perkembangan otak sejak masa kehamilan, sedangkan faktor lain muncul saat anak tumbuh dan mengalami pengalaman tertentu. Berikut penjelasan lebih lengkap mengenai penyebab gangguan belajar.
1. Faktor keturunan
Anak yang memiliki orang tua atau anggota keluarga dekat dengan riwayat gangguan belajar cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kondisi serupa. Faktor genetik ini dapat memengaruhi struktur dan cara kerja otak sehingga berdampak pada kemampuan membaca, menulis, atau berhitung.
2. Masalah selama kehamilan
Gangguan belajar dapat muncul dari masalah perkembangan janin, misalnya akibat paparan alkohol, obat-obatan tertentu, atau komplikasi kehamilan yang menghambat pertumbuhan otak. Selain itu, kelahiran prematur atau berat badan lahir sangat rendah juga dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan belajar.
3. Trauma emosional
Pengalaman emosional yang berat pada masa kanak-kanak, seperti tekanan psikologis atau peristiwa yang menimbulkan rasa takut mendalam, berpotensi mengganggu perkembangan otak. Trauma seperti ini dapat memengaruhi kemampuan anak dalam memproses informasi dan berkonsentrasi saat belajar.
4. Trauma fisik
Cedera kepala akibat kecelakaan atau penyakit yang memengaruhi sistem saraf, seperti meningitis, dapat menghambat fungsi otak yang berperan dalam proses belajar. Kerusakan atau gangguan pada area tertentu otak bisa membuat anak kesulitan memahami materi pelajaran.
5. Gangguan saat proses persalinan
Masalah saat melahirkan, terutama ketika bayi kekurangan oksigen, dapat mengakibatkan gangguan pada perkembangan otak. Kondisi ini sering kali memengaruhi kemampuan kognitif anak ketika tumbuh dan mulai belajar.
6. Penyakit berat pada masa balita
Infeksi serius atau penyakit berat yang dialami anak pada usia dini, misalnya meningitis, dapat berdampak pada fungsi otak jangka panjang. Hal ini kemudian bisa membuat anak mengalami hambatan belajar ketika memasuki usia sekolah.
7. Faktor genetik dari keluarga
Selain riwayat langsung dari orang tua, beberapa anak memiliki kecenderungan bawaan dari garis keluarga yang lebih luas. Kondisi ini menyebabkan mereka lebih rentan mengalami gangguan perkembangan otak yang berpengaruh pada kemampuan belajar.
8. Trauma psikologis
Pengalaman traumatis seperti kekerasan, pengabaian, atau pola asuh yang penuh tekanan dapat memengaruhi perkembangan otak anak. Trauma ini dapat menurunkan kemampuan anak untuk fokus, memahami instruksi, dan mengingat informasi.
Meskipun banyak faktor yang dapat berperan, hingga kini para ahli belum menemukan penyebab pasti dari gangguan belajar. Setiap anak mungkin memiliki kombinasi faktor yang berbeda-beda, sehingga evaluasi profesional sangat diperlukan untuk menentukan penanganan yang paling tepat.
Baca Juga: 9 Jenis Kecerdasan Anak yang Perlu Bunda Pahami, Yuk Simak
Apa itu Gangguan Belajar pada Anak?
Dikutip dari Mayo Clinic, gangguan belajar muncul ketika otak memproses dan mengolah informasi dengan cara yang berbeda dari biasanya. Kondisi ini membuat seseorang kesulitan dalam mempelajari suatu keterampilan maupun menerapkannya secara efektif.
Secara keseluruhan, gangguan belajar dapat memengaruhi kemampuan anak dalam membaca, menulis, dan berhitung, serta dalam memahami atau menggunakan bahasa. Selain itu, kondisi ini juga bisa berdampak pada kemampuan bersosialisasi dan mempelajari keterampilan nonverbal lainnya.
Apa Saja Gangguan Belajar pada Anak?
Secara umum, terdapat beberapa jenis gangguan belajar yang sering dialami anak. Berikut penjelasan masing-masing jenisnya:
1. Gangguan belajar dalam membaca (Disleksia)
Gangguan belajar dalam membaca adalah kondisi ketika anak mengalami kesulitan mengenali huruf, memahami kata, hingga memproses informasi bahasa secara efektif. Kondisi ini membuat anak lambat dalam memahami bacaan dan kesulitan mengikuti pelajaran yang melibatkan kemampuan membaca.
Ciri-cirinya:
- Sering tertukar dalam membaca atau mengenali huruf
- Kesulitan memecah kata menjadi bunyi-bunyi penyusunnya
- Lambat memahami isi bacaan
- Terlambat bicara
- Sulit menambah kosakata baru
- Gangguan pemrosesan pendengaran atau visual
- Kesulitan mengeja, menyalin, dan memahami teks
2. Gangguan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD)
ADHD adalah gangguan perkembangan saraf yang menyebabkan anak kesulitan fokus, sulit mengendalikan impuls, dan menunjukkan tingkat aktivitas yang berlebih. Anak dengan ADHD kerap dianggap tidak bisa diam atau tidak disiplin, padahal mereka sebenarnya mengalami hambatan dalam mengatur perhatian dan perilaku.
Ciri-cirinya:
- Sulit mempertahankan fokus pada satu hal
- Tidak bisa duduk diam dalam waktu lama
- Bertindak impulsif atau tergesa-gesa
- Mudah teralihkan oleh hal kecil
- Terlihat tidak teratur atau pelupa
- Kurang motivasi saat belajar
- Emosi mudah berubah dan rentan meledak
3. Gangguan belajar dalam matematika (Diskalkulia)
Diskalkulia membuat anak kesulitan memahami angka, simbol, dan konsep matematika. Kondisi ini tidak sekadar “tidak suka matematika,” tetapi benar-benar memengaruhi kemampuan dasar dalam berhitung dan memahami logika angka meski sudah berlatih berkali-kali.
Ciri-cirinya:
- Tidak memahami operasi aritmatika dasar
- Sulit mengingat konsep matematika
- Kesulitan melakukan perhitungan sederhana
- Kebingungan saat melihat simbol angka atau tanda operasi
- Kesulitan mempelajari matematika lanjutan seperti aljabar atau geometri
4. Gangguan belajar dalam menulis (Disgrafia)
Disgrafia adalah gangguan yang memengaruhi kemampuan menulis, termasuk kesulitan mengeja, menulis dengan rapi, atau mengekspresikan ide dalam bentuk tulisan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh masalah neurologis maupun keterlambatan perkembangan keterampilan motorik halus.
Ciri-cirinya:
- Tulisan tangan sulit terbaca
- Membutuhkan waktu lama untuk menulis
- Sulit mengorganisasi ide dalam bentuk tulisan
- Kesulitan menyusun kalimat yang jelas
- Tata bahasa sering berantakan
- Sulit mengatur susunan paragraf atau halaman tulisan
Baca Juga: 20 Permainan Edukasi untuk Anak SD yang Seru dan Bermanfaat
Bagaimana Cara Mengatasi Kesulitan Belajar pada Anak?
Menurut Healthy Children, gangguan belajar tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Meski begitu, ada banyak langkah yang dapat membantu anak maupun orang tua dalam mengelola kondisi ini agar anak tetap dapat belajar dan berkembang secara optimal. Cara-cara cepat seperti konsumsi suplemen tertentu pun belum terbukti secara ilmiah mampu mengatasi gangguan belajar. Karena itu, jika orang tua menduga adanya gangguan belajar, langkah awal yang paling tepat adalah berkonsultasi dengan dokter.
Dokter anak akan menilai apakah terdapat keterlambatan perkembangan atau kondisi medis lain yang berpengaruh terhadap kemampuan belajar anak. Bila diperlukan, dokter dapat merujuk anak ke spesialis terkait seperti dokter perkembangan saraf, dokter tumbuh kembang, neurologi anak, atau psikolog anak, tergantung kebutuhan dan gejala yang muncul.
Selain bekerja sama dengan tenaga medis dan pihak sekolah, orang tua juga berperan besar dalam mendukung proses belajar anak. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan:
1. Mengembangkan keterampilan sosial dan emosional
Anak dengan gangguan belajar sering merasa berbeda dari teman-temannya, sehingga mudah mengalami tekanan emosional. Berikan dukungan penuh, ajak anak berbicara tentang perasaannya, dan bantu ia memahami bahwa setiap orang memiliki cara berpikir yang berbeda. Aktivitas yang fokus pada pengembangan diri dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri mereka.
2. Fokus pada kelebihan anak
Setiap anak memiliki kekuatan dan kemampuan unik. Kenali apa yang mereka kuasai, lalu dorong mereka untuk mengembangkannya. Misalnya, anak mungkin kesulitan menulis namun memiliki bakat di bidang seni, olahraga, atau musik. Memberi apresiasi ketika anak berhasil melakukan sesuatu dengan baik dapat mempertahankan motivasi belajarnya.
3. Bicarakan tentang masa depan
Ajak anak membayangkan masa depannya dengan mempertimbangkan minat dan hal-hal yang menjadi kekuatannya. Dukungan terhadap hobi, kegiatan ekstrakurikuler, atau aktivitas lain yang mereka sukai dapat membantu anak membangun tujuan dan rasa percaya diri dalam menghadapi tantangan di masa mendatang.
4. Menyediakan lingkungan belajar yang sesuai (tambahan baru)
Lingkungan belajar yang tepat dapat membantu anak berkonsentrasi lebih baik. Orang tua bisa menyiapkan ruang belajar yang tenang, bebas gangguan, serta menyediakan alat bantu yang mereka butuhkan, seperti buku bergambar, audio pembelajaran, atau perangkat digital pendukung. Penyesuaian kecil ini dapat membuat anak lebih mudah memahami materi.
Dengan memahami kondisi anak lebih awal dan memberikan pendampingan yang tepat, proses belajar dapat menjadi lebih nyaman dan efektif. Setiap anak memiliki cara belajar yang unik, sehingga dukungan berkelanjutan dari orang tua sangat penting untuk membantu mereka berkembang sesuai potensinya. Semoga bermanfaat, Sobat Mada.








