Bullying verbal adalah bentuk perundungan yang sering dianggap sepele, padahal dampaknya sangat besar. Banyak orang tidak menyadari bahwa ucapan yang menyakitkan bisa meninggalkan luka mendalam bagi korban. Bahkan, efeknya bisa bertahan seumur hidup dan memengaruhi kehidupan sosial serta emosional seseorang.
Saat ini, bullying verbal semakin mudah terjadi, baik di sekolah, lingkungan kerja, maupun media sosial. Tanpa sadar, kata-kata kasar, ejekan, atau hinaan dapat menghancurkan kepercayaan diri seseorang.
Oleh karena itu, penting bagi Sobat Mada untuk memahami lebih dalam tentang bullying verbal. Tentunya, agar bisa mencegah dan mengatasinya dengan cara yang tepat.
Lantas, apa itu bullying verbal? Apa saja penyebabnya? Bagaimana dampaknya bagi korban? Dan seperti apa contoh nyata dari perundungan ini? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini!
Apa itu Bullying Verbal?
Bullying verbal adalah bentuk perundungan yang dilakukan melalui kata-kata, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan ini bisa berupa hinaan, ejekan, komentar merendahkan, ancaman lisan, hingga menyebarkan rumor atau fitnah yang bertujuan untuk menyakiti atau mengintimidasi seseorang.
Perundungan verbal sering terjadi di berbagai lingkungan, seperti sekolah, tempat kerja, bahkan di dalam keluarga. Pelakunya biasanya ingin menunjukkan kekuasaan atau superioritasnya dengan merendahkan orang lain.
Meskipun tidak meninggalkan luka fisik, bullying verbal dapat merusak kesehatan mental korban dalam jangka panjang dan memengaruhi kesejahteraan emosionalnya.
Lebih parahnya lagi, bullying verbal dapat terjadi dalam bentuk cyberbullying, yaitu perundungan melalui media sosial, chat, atau forum online. Komentar negatif, body shaming, dan pelecehan verbal di dunia maya semakin marak terjadi dan sering kali sulit dikendalikan.
Baca juga: 10 Cara Mengatasi ADHD pada Anak
Penyebab Bullying Verbal
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang melakukan bullying verbal, di antaranya:
1. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang tidak mendukung perkembangan mental yang sehat bisa menjadi pemicu perilaku bullying. Jika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang kasar, penuh kekerasan verbal, atau minim rasa empati, ia cenderung meniru perilaku tersebut.
Selain itu, kurangnya perhatian dari keluarga atau orang terdekat juga bisa membuat seseorang cenderung mencari perhatian dengan cara negatif, seperti melakukan bullying terhadap orang lain.
2. Kurangnya Empati
Pelaku bullying sering kali tidak memahami atau mengabaikan perasaan orang lain. Mereka mungkin menganggap kata-kata kasar sebagai sesuatu yang biasa atau bahkan lucu. Kurangnya pendidikan karakter dan moral bisa menjadi faktor utama dalam hal ini.
3. Pengaruh Media
Konten yang mengandung kekerasan verbal di media sosial, televisi, atau film dapat mendorong seseorang untuk meniru perilaku negatif tersebut. Banyak remaja yang menganggap ejekan dan hinaan sebagai bentuk humor tanpa menyadari dampaknya terhadap korban.
4. Keinginan untuk Mendominasi
Beberapa orang melakukan bullying verbal karena ingin merasa lebih unggul dari orang lain. Mereka menganggap perundungan sebagai cara untuk mendapatkan kendali atau perhatian dari lingkungan sekitarnya. Ini sering terjadi di sekolah maupun tempat kerja, di mana pelaku ingin menunjukkan dominasi terhadap orang lain.
5. Rendahnya Kesadaran akan Dampak Negatif
Beberapa pelaku bullying tidak menyadari bahwa perkataan mereka dapat memberikan luka emosional mendalam bagi korban. Minimnya edukasi tentang empati dan konsekuensi dari tindakan perundungan membuat mereka merasa tidak bersalah ketika melakukannya.
6, Pengalaman Masa Lalu
Seseorang yang pernah menjadi korban bullying bisa saja menjadi pelaku di kemudian hari. Mereka menganggap perilaku tersebut sebagai bentuk pertahanan diri atau cara untuk membalas rasa sakit yang pernah mereka alami.
7. Kurangnya Pengawasan Orang Tua dan Guru
Anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian dan bimbingan dari orang tua atau guru lebih rentan menjadi pelaku bullying. Kurangnya pengawasan ini membuat mereka tidak memahami batasan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.
8. Tekanan Sosial dan Budaya
Beberapa lingkungan sosial memiliki budaya yang secara tidak langsung membenarkan bullying verbal, seperti tradisi senioritas di sekolah atau tempat kerja. Dalam beberapa kelompok, perundungan dianggap sebagai bagian dari “proses pendewasaan” atau “ujian mental.”
9. Masalah Kepribadian atau Gangguan Mental
Beberapa pelaku bullying verbal memiliki gangguan kepribadian seperti narsistik atau antisosial, yang membuat mereka cenderung merendahkan orang lain demi kepuasan pribadi.
10. Ketidakseimbangan Kekuasaan
Orang-orang yang memiliki kekuasaan lebih (seperti atasan di tempat kerja, guru terhadap murid, atau kakak terhadap adik) bisa menyalahgunakan posisi mereka untuk merundung secara verbal.
Baca juga: Anak Hiperaktif? Kenali Gejala dan Cara Menanganinya
Dampak Bullying Verbal
Dampak bullying verbal bisa sangat berbahaya, baik bagi korban maupun pelaku. Berikut beberapa dampak negatif yang sering terjadi:
1. Dampak Psikologis
Korban bullying verbal bisa mengalami stres, kecemasan, depresi, bahkan trauma berkepanjangan. Kata-kata yang menyakitkan dapat terus terngiang dalam pikiran korban dan mengganggu kesehatan mental mereka. Jika dibiarkan tanpa penanganan, hal ini bisa berujung pada gangguan mental yang lebih serius.
2. Menurunnya Kepercayaan Diri
Korban sering merasa tidak berharga, tidak mampu, dan kehilangan rasa percaya diri. Hal ini dapat memengaruhi prestasi akademik, pekerjaan, maupun kehidupan sosialnya. Rasa malu dan takut berinteraksi dengan orang lain bisa muncul akibat trauma yang dialaminya.
3. Gangguan Kesehatan Fisik
Stres akibat bullying verbal bisa berdampak pada kondisi fisik, seperti gangguan tidur, sakit kepala, kelelahan, hingga gangguan pencernaan akibat tekanan psikologis yang terus-menerus dialami.
4. Risiko Bunuh Diri
Dalam kasus yang lebih parah, korban bisa merasa sangat tertekan hingga memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Ini menunjukkan betapa seriusnya dampak dari bullying verbal. Oleh karena itu, dukungan dari keluarga, teman, dan lingkungan sekitar sangat dibutuhkan untuk membantu korban pulih dari trauma yang dialaminya.
5. Kesulitan dalam Hubungan Sosial
Korban bullying verbal sering kali mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan sosial. Mereka bisa menjadi sangat tertutup, sulit mempercayai orang lain, atau bahkan merasa takut untuk bersosialisasi. Ini dapat berdampak pada kehidupan pribadi dan profesional mereka di masa depan.
6. Munculnya Perilaku Agresif
Tidak sedikit korban bullying verbal yang akhirnya mengembangkan sifat agresif atau defensif sebagai bentuk perlindungan diri. Mereka bisa menjadi lebih mudah tersinggung, marah, atau bahkan melakukan perundungan kepada orang lain sebagai bentuk pelampiasan dari pengalaman buruk yang mereka alami.
7. Dampak terhadap Prestasi Akademik dan Pekerjaan
Korban bullying verbal sering mengalami penurunan konsentrasi, motivasi, dan performa, baik di sekolah maupun di tempat kerja. Mereka menjadi lebih takut mengambil inisiatif dan ragu untuk mengekspresikan pendapat.
8. Kecanduan Media Sosial atau Isolasi Digital
Beberapa korban bullying verbal justru mencari pelarian di dunia maya, namun ini dapat memperburuk keadaan jika mereka malah mengalami cyberbullying atau kecanduan media sosial untuk menghindari dunia nyata.
9. Keterlibatan dalam Perilaku Merusak Diri Sendiri
Korban yang mengalami tekanan emosional berat bisa terjerumus ke dalam perilaku seperti melukai diri sendiri (self-harm), penyalahgunaan alkohol atau narkoba, dan tindakan destruktif lainnya.
10. Dampak Jangka Panjang terhadap Kesehatan Mental
Banyak korban bullying verbal yang mengalami dampak psikologis bertahun-tahun setelah kejadian. Mereka lebih rentan terhadap gangguan kecemasan sosial, PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder), dan bahkan depresi kronis.
Baca juga: 5 Kesalahan Orang Tua dalam Mengajar Anak di Rumah
Contoh Bullying Verbal
Berikut adalah 10 contoh nyata bullying verbal yang sering terjadi:
- Ejekan fisik – Menghina bentuk tubuh seseorang dengan sebutan seperti “gendut,” “kerempeng,” atau “hitam.”
- Merendahkan kemampuan – Mengatakan bahwa seseorang “bodoh,” “tidak berbakat,” atau “tidak akan sukses.”
- Ancaman verbal – Mengintimidasi seseorang dengan kalimat seperti “Awas kalau kamu berani bicara,” atau “Aku akan buat hidupmu menderita.”
- Gosip dan fitnah – Menyebarkan rumor negatif tentang seseorang di sekolah atau tempat kerja.
- Penghinaan di media sosial – Menuliskan komentar negatif di postingan seseorang atau membuat meme untuk merendahkan orang lain.
- Mengejek cara berbicara atau aksen seseorang – Seperti meniru aksen daerah tertentu untuk merendahkan orang tersebut.
- Menamai seseorang dengan julukan negatif – Misalnya “si bodoh,” “pecundang,” atau “si lemah.”
- Mempermalukan seseorang di depan umum – Seperti menertawakan kesalahan kecil yang dilakukan seseorang dengan sengaja.
- Membandingkan seseorang secara negatif – Mengatakan “Kamu nggak akan bisa sehebat kakakmu” atau “Kenapa kamu nggak bisa seperti temanmu?”
- Mengkritik secara berlebihan dan merendahkan – Memberikan kritik yang tidak membangun dengan nada merendahkan, misalnya “Kamu nggak berguna dalam tim ini.”
Mari Mencegah Bullying Mulai dari Sekarang!
Bullying verbal bukanlah hal sepele. Kata-kata yang menyakitkan bisa meninggalkan luka batin yang dalam bagi korban. Oleh karena itu, kita harus lebih peduli dan berusaha mencegah perilaku ini terjadi di lingkungan sekitar.
Sobat Mada, mari kita ciptakan lingkungan yang lebih positif dengan memilih kata-kata yang baik dalam berkomunikasi. Jika menemukan kasus bullying verbal, jangan ragu untuk membela korban dan melaporkannya kepada pihak yang berwenang.
Dengan menyebarkan kesadaran tentang bullying verbal, kita bisa membantu menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua orang!
Pegiat dunia pendidikan. Suka menulis artikel-artikel seputar pendidikan dan novel. Kini, ia sebagai kepala tim marketing Bimbel Presmada.








